Anda tentu masih ingat WS Rendra atau Sang Burung Merak. Berikut ini penulis akan mengulas mengenai Biografi WS Rendra.
Masa Kecil Hingga Dewasa
WS Rendra adalah seorang penyair kenamaan yang dimiliki Indonesia. Ia dilahirkan di Solo pada tanggal 7 November 1935. Nama lahir WS Rendra adalah Willibrordus Surendra Broto, ayahnya bernama R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan ibunya bernama Raden Ayu Catharina Ismadillah.
WS Rendra memang dilahirkan dikeluarga yang kental akan seni, tak heran jika darah seni sangat mudah merasuk dalam diri Rendra. Ayahnya adalah seorang dramawan yang merangkap sebagai guru Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia di sebuah sekolah Katolik di Solo, sedangkan ibunya adalah seorang penari serimpi yang banyak di undang oleh Keraton Surakarta.
WS Rendra menghabiskan masa kecil hingga SMA nya di Solo dengan bersekolah TK hingga SMA di Sekolah Katolik St. Yosef. Namun sejak lulus SMA, WS Rendra berhijrah ke Jakarta demi meneruskan sekolah di Akademi Luar Negeri, akan tetapi malang nasibnya, setelah sampai di Jakarta ternyata sekolahan tersebut telah tutup.
WS Rendra akhirnya meninggalkan Jakarta, kota impiannya dan menuju ke Yogyakarta. Pilihannya jatuh pada Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada. Di fakultas ini, bakat seninya semakin tertempa dengan baik namun ia tak bisa menyelesaikan studinya di sini. Rendra kemudian mendapat tawaran beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk mempelajari lebih jauh tentang dunia seni tari dan drama, kesempatan ini tentu tak disia-siakannya. Iapun kemudian pergi ke Amerika pada tahun 1954 untuk mengambil beasiswa tersebut. Di Amerika, Rendra tak hanya berkuliah namun juga sering mengikuti seminar tentang seni dan kesusastraan atas undangan pemerintah AS di Harvard University.
Sebenarnya, bakat seni dari WS Rendra sudah tampak saat ia masih SMP. Ketika itu, ia sering ikut mengisi acara sekolah dengan mementaskan drama, puisi serta cerita pendek. Rendra sering mementaskan drama hasil karyanya. Drama pertama yang ia pentaskan di SMP berjudul Kaki Palsu. Ia juga kerap mendapatkan penghargaan , salah satunya adalah saat SMA WS Rendra menang sebagai juara pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta dalam dramanya yang berjudul Orang-Orang di Tikungan Jalan.
Yang paling menonjol adalah bakatnya dalam membacakan puisi. Puisi-puisi WS Rendra pun kemudian dipublikasikan di majalah setempat, waktu itu adalah majalah siasat. Awal kali ia menerbitkan puisisnya di majalah adalah saat tahun 1952, setelah itu hampir rutin tiap terbit majalah, puisinya selalu ikut menyemarakkan halaman majalah – majalah lokal tahun 60-an dan 70-an. Beberapa puisi WS Rendra yang tekenal adalah Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru.
Setelah menang dalam berbagai ajang seni dan drama serta puisi, WS Rendra semakin semangat menghasilkan karya-karya baru. Karya-karyanya tak hanya terkenal di dalam negeri, namun juga di manca negara dengan diterjemahkannya karya-karya beliau dalam bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Jepang dan bahasa India.
Untuk lebih memfasilitasi dirinya dalam berkarya serta menularkan kejeniusannya dalam bidang seni drama dan puisi, maka pada tahun 1967 WS Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan Bengkel Teater Rendra di Depok.
Kisah Cinta dan Muallaf-nya WS Rendra
WS Rendra - Sang Burung Merak |
Pada umur 24 tahun, WS Rendra melabuhkan hatinya pada seorang wanita bernama Sunarti Suwandi yang kemudian memberinya lima orang anak yang bernama Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta.
Setelah menikah, WS Rendra bukannya menutup hati, ia malah kepincut dengan salah satu muridnya di Bengkel Teater yang bernama Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat yaitu putri Keraton Yogyakarta yang sering maindan belajar di teater Rendra. Jeng Sito adalah panggilan akrabnya. Jeng Sito sering berbaur dalam rumah tangga WS Rendra – Sunarti dengan ikut memandikan dan menyuapi anak-anak Rendra. Dari sinilah kedekatan itu terjalin. Bahkan istri Rendra, Sunarti, mendukung dan ikut melamarkan Jeng Sito untuk menjadi istri kedua WS Rendra. Namun ayahanda Sitoresmi keberatan karena perbedaan agama. Rendra Katolik sedang Sitoresmi Islam.
WS Rendra pun membuat kejutan dengan bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat di hari pernikahannya dengan Sitoresmi pada tanggal 12 Agustsu 1970 dan dua rekannya yaitu Taufiq Ismail dan Rosidi sebagai saksinya.
Menjadi Muallafnya Rendra, membuat publik melontarkan komentar yang bernada sinis. Publik banyak yang mempertanyakan ketlusan niat Rendra memeluk Islam, banyak yang menganggap itu hanyalah sensasi Rendra agar dibolehkan poligami. Menanggapi hal itu, WS Rendra mengungkapkan bahwa dirinya tertarik Islam sudah cukup lama yaitu ketika melakukan persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum dirinya menikah dengan Jeng Sito.
Menurut Rendra, Islam telah berhasil menjawab kegalauan dirinya akan hakekat Tuhan. “Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai,” begitu katanya. Menurutnya lagi Allah lebih dekat dari urat leher seseorang, jadi jika ingin berdoa tak perlu perantara.
Terlepas dari pro kontra ke-Muallaf-an Rendra, tudingan terhadapnya tentang publik figur yang haus publisitas dan gemar popularitas terus menuju padanya. Terlebih model rumah tangganya yang meletakkan dua istri dalam satu atap.
Ditengah maraknya tudingan miring akan dirinya dan model rumah tangganya, Rendra kedatangan tamu dari Australia. Ketika Rendra menemani tamunya yang dari Australia untuk berkeliling ke Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, Rendra melihat seekor merak jantan yang lagi berjalan dengan diapit dua betinanya. Melihat itu, Rendra langusung berseru dengan tertawa terbahak-bahak Itu Rendra! Itu Rendra!. Mulai saat itulah julukan Si Burung Merak melekat pada dirinya.
Dari pernikahannya dengan Sitoresmi, Rendra dikaruniai empat anak yaitu Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati.
Rendra ternyata tak puas hanya dengan dua istri, naluri kejantanannya bertingkah lagi dengan menikahi seorang gadis bernama Ken Zuraida, akan tetapi pernikahan ketiganya ini harus dibayar mahal dengan mengorbankan dua istri terdahulunya yaitu Sitoresmi dan Sunarti. WS Rendra harus rela menceraikan dua istrinya ini pada tahun 1979 karena tak menyetujui Rendra memiliki istri ketiga. Dari pernikahannya yang ketiga, Rendra mendapat dua anak yaitu Isaias Sadewa dan Maryam Supraba.
Festival, Penghargaan dan Karya WS Rendra
Gaya WS Rendra Membawakan Karya |
Yah itulah WS Rendra dengan segala kelebihan prestasi dan kontroversi kehidupannya. Namun tentu kita patut mengacungi jempol untuk berbagai prestasi dan penghargaanyang berhasil digondolnya seperti sebagai berikut :
· Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
· Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
· Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970).
· Hadiah Akademi Jakarta (1975)
· Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
· Penghargaan Adam Malik (1989)
· The S.E.A. Write Award (1996) dan
· Penghargaan Achmad Bakri (2006)
Selain itu, WS Rendra juga sering melakukan pementasan drama dan puisi serta aktif mengikuti berbagai festival seni dan sastra di luar negeri seperti :
· The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979),
· The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985),
· Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985),
· The First New York Festival Of the Arts (1988),
· Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989),
· World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan
· Tokyo Festival (1995)
Berikut ini adalah Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra
Jangan Takut Ibu
Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
Empat Kumpulan Sajak
Rick dari Corona
Potret Pembangunan Dalam Puisi
Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!
Nyanyian Angsa
Pesan Pencopet kepada Pacarnya
Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
Perjuangan Suku Naga
Blues untuk Bonnie
Pamphleten van een Dichter
State of Emergency
Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
Mencari Bapak
Rumpun Alang-alang
Surat Cinta
Sajak Rajawali
Sajak Seonggok Jagung
WS Rendra Meninggal
Pada pertengahan tahun 2009, WS Rendra menderita sakit jantung koroner dan harus menjalani perawatan intensif di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Setelah satu bulan , penyakitnya semakin menggerogoti tubuhnya dan akhirnya sang penyair besar Indonesia WS Rendra menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit itu juga pada 7 Ogos 2009 tepat jam 22.15 WIB di usianya yang ke 74 tahun.
Jenazah WS Rendra kemudian dikebumikan di kompleks Bengkel Teater, Cipayung-Citayam, Depok selepas shalat jum’at. Makamnya tak jauh dari makam Mbah Surip yaitu penyanyi reggae Indonesia yang terkenal dengann lagu fenomenalnya “Tak Gendong” yang telah berpulang seminggu sebelumnya. Mbah Surip dan WS Rendra memang bersahabat.
Itulah biografi WS Rendra, sang sastrawan Indonesia yang dijuluki Burung Merak. Terlepas dari kurang lebihnya seorang WS Rendra adalah tetap manusia biasa. Sebagaimana peribahasa Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Semoga kita bisa meneladani hal-hal positifnya dan tidak meniru hal-hal negatifnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !