Headlines News :
 photo anigif-10.gif
Home » » Cita-Citaku Terhalang Duit

Cita-Citaku Terhalang Duit

Written By LA ANA on Senin, 17 November 2014 | 20.57

M. Andi Setiawan
       depan setiap anak bangsa ini dan harus di peroleh dengan kesungguhan, keseriusan dan keberanian dalam mewujudkannya. Tanpa adanya cita-cita, mustahil kita mampu mewujudkan apa yang menjadi orientasi hidup ini. 
        Beragam dan bermacam-macam cita-cita yang aku dan temanku harapkan saat itu masih tergantung dalam angan-angan dan sebuah lamunan panjang. Ada yang mau jadi Dokter, Polisi, Tentara, ABRI, Guru, Ustadz, Kiai, Pengusaha, Petani, Peternak, Seorang Kapiten, Pilot, Pejabat Negeri dan bahkan ada yang bercita-cita jadi Presiden. Sungguh luar biasa luhur dan tingginya cita-cita temanku. Aku pun hanya mampu berangan-angan menjadi seorang Guru saat Bu Mutiara menanyakan cita-citaku. Padahal Bu Mutiara mengajari kita sebuah pepatah “ Gantungkan cita-citamu setinggi langit “. 
            Sebetulnya aku belum faham betul apa yang dimaksud pepatah yang di ajarkan Bu Mutiara, yang aku tahu hanyalah cita-citamu adalah harapan masa depanmu, setinggi apapun itu engkau harus meraihnya dengan kesungguhan. Jika tidak maka kamu akan gagal mewujudkannya. Pak Nur Hadi, guru ngajiku hanya mengatakan “ Man Jadda Wa jada “, barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan memperoleh apa yang ia inginkan. Apa yang kamu inginkan di masa depan adalah bagian dari bentuk wujud cita-citamu. Mau ingin apa dan mau jadi apa adalah sebuah pilihan atas apa yang engkau cita-citakan. Intinya semua harus ditempuh dengan kesungguhan, keseriusan dan keberanian. 
             Saat usiaku menginjak remaja memasuki usia dewasa, aku baru sadar dan tahu bahwa pepatah Bu Mutiara itu hanya sebatas menggantungkan setinggi langit bukan menembus setinggi langit. Mestinya pepatah itu berbunyi “ Tembuskan cita-citamu setinggi langit “. Ada perbedaan mendasar terkait dengan kata “gantungkan” dan “tembuskan” meskipun keduanya sama-sama merupakan kata perintah. Menggantungkan adalah sebuah usaha yang tidak membutuhkan tenaga dan energy terlalu banyak karena sudah ada “cantolan”-nya, sedangkan menembus adalah sebuah usaha extra yang maksimal dan tanpa batas. 
Pertanyaannya sekarang adalah, kenapa harus menembus bukan menggantungkan? Karena dalam mewujudkan cita-cita itu tidak mudah dan tidak semulus apa yang kita bayangkan. Cita-cita di zaman sekarang membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus yang ekstra ketat. Tidak hanya dari segi administrasi, tapi juga non administrasi. Tidak hanya sebatas pengalaman, kemampuan dan keahlian dibidang tertentu, tapi lebih dari itu pengalaman dengan yang namanya bulus.

              Bulus adalah seekor binatang air yang terkenal kelicikan dan kelicinanya. Sangking licik dan licinnya sang bulus ini, maka untuk menangkapnya dibutuhkan cara dan metode tertentu agar sang bulus dapat jinak. Itulah sebabnya orang yang licik dan licin tingkahnya disebut-sebut mempunyai akal bulus.
             Sekarang, agaknya orang yang ingin mewujudkan cita-citanya mestinya tahu persis dengan cara-cara bulus. Cara itu bisa anda sebut sebagai pelicin, pelumas, pe-lancar, persogokan atau kong-kalingkong. Yang jelas semua itu terbungkus dengan yang namanya duit, uang atau money. Dan yang pasti semua itu bisa licin dan lancar kalau ada duitnya, walaupun tidak banyak orang gak pakai cara itu dalam menempuh cita-citanya.
            Saya sempak tersentak menjumpai beberapa anak sekolah, saat ditanya, kalau kamu sudah besar mau jadi apa? Cita-citamu pingin jadi apa?. Luar biasa, hampir semuanya serempak untuk diam. Pertanyaan itu diulangi lagi oleh sang guru sampai 3 kali, dan hasilnya sama, mereka diam seribu bahasa.
Sampai pada akhirnya, salah satu murid menjawab.
“ Saya gak punya cita-cita buk, saya gak mau jadi apa-apa?” jawab sang murid
“ loh, kok bisa gitu?” Tanya sang guru
“lah ibu ini gimana, masak gak tahu kalau jaman sekarang ini jamannya susah banget bercita-cita, jangankan punya cita-cita, membayangkan mau jadi apa saja kita gak mampu”.
“ jangan begitu anakku, janganlah kalian pesimis atas apa yang belum engkau jalani. Tetaplah optimis dengan cita-citamu”. Nasehat sang guru.
“ Ndak bisa bu, bagaimana kita bisa optimis. Wong sekarang ini mau jadi apapun harus pakai duit. Mau jadi Polisi, Tentara, ABRI harus setor duit. Mau jadi PNS, setor duit. Mau jadi Pejabat harus punya duit banyak, biar mampu beli suara rakyat. Mau jadi apapun sekarang harus pakai duit bu, lah saya kan gak punya duit banyak. bagaimana caranya saya mewujudkan cita-cita saya ini?”
Peristiwa terjadinya dialog antara guru dan murid ini mungkin anda anggap hanya lelucon, dagelan, dan dramatis. Tapi cobalah lihat di sekiling kita. orang-orang yang punya jabatan penting di negeri ini pasti awalnya berteman dengan ke-bulus-an rencana, action, dan tindakan dalam hidupnya. 
            Kalau anda anggap fakta ini adalah sebuah fenomena budaya penghuni bangsa, maka jangan heran kalau semua jabatan penting di negeri ini dipegang oleh orang-orang yang tidak berkompeten di bidangnya masing-masing. Karena semua itu bukan berdasarkan kemampuan, pengalaman dan ke-ampuhan ilmu yang di miliki, tapi berdasarkan seberapa besar duit yang anda gunakan sebagai pelicin dalam mewujudkan suatu tujuan tertentu.

Gunungsari, 03 April 2014/ 13:30 WIB
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

My Grand Teacher

 photo 7585a47d-72ce-421a-a523-fe016128e46c.jpg
 
Support : KEBUL BLOGGING | Sanghyang Mughni Pancaniti | Mas Template
Copyright © 2013. NAPAK TILAS AL FAQIR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger