M. Andi Setiawan
Dek Zahrah,.......
Mungkin kenangan manis kita akan segera terkubur secara rapi dalam debu-debu cinta, dan biarkan hembusan angin yang membawanya. Jujur, sampai sekarang mas belum bisa memahami pola pikirmu. Bukankah dulu adek pernah berkata; “Mas Zakki tidak usah mikir masalahku dengan mereka di pesantren. Masalahnya sudah selesai kok. Sekarang mas Zakki fokus saja dengan persiapan munaqosah skripsi. Bukankah masa depan akademik mas lebih penting dari segalanya”. Tapi kenapa disaat banyak manusia meraih kemenangan dalam berpuasa dan kegembiraan menyambut hari raya, hanya mas sendiri yang tidak dapat meraihnya?
Kenapa masalah yang sudah terkubur dalam-dalam kini muncul kembali? Kenapa dulu dek Zahrah bilang sudah tidak ada masalah, ternyata masih menyisahkan masalah? Kenapa cinta yang sudah terbangun dapat roboh hanya oleh satu keputusan sepihak yang dapat mendzalimi siapapun? Kenapa dek Zahrah memberi peluang kepada orang lain kalau adek cinta sama mas? Mengapa dek Zahrah tidak berani mengatakan yang sejujurnya kepada ortu kalau adek sudah ada yang punya? Apa bedanya ngomong sekarang dengan nanti setelah adek lulus study? bukankah pertunangan adek dengan sang ustadz atau siapapun masih dalam sebuah wacana, belum dalam kenyataan? Bukankah dek Zahrah masih punya hak priogatif dalam memutuskan perkara. Hak untuk menolak siapapun yang ingin merobohkan cinta kita? Bukankah yang seharusnya adek lakukan hanyalah memberikan ketegasan dalam sebuah ucapan; “Ngapunten pak, buk, yai, bu nyai, ustadz, cak dan mas, saya sudah punya calon”. Beres kan masalahnya. Andai dengan sedikit keberanian dan ketegasan saja dalam mengutarakan ucapan diatas kepada siapapun, termasuk kepada pak kiai, Insya Allah masalah tidak seruwet ini. Tapi sudah lah ini memang garis takdir mas.
Dek Zahrah,.....
Kadang mas berfikir, bahwa semuanya ini tidak adil bagi diriku. Dunia tidak adil dalam membagi kesenangan-kesenangannya. Orang yang punya kekuasaan penuh tidak lagi bisa memahami perasaan orang lain. Dek Zahrah yang mas harapkan dapat memberikan kekuatan cinta, eh ternyata masih belum bisa diandalkan. Ya itulah hebatnya cinta dan anehnya cinta. Kadang cinta membuat penderitanya tidak ingin sembuh dan berharap tidak ada obatnya dan kadang ingin segera sembuh dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan penawarnya. Dan sekarang mas ingin segera sembuh dari penyakit ini.
Dek Zahrah,......Afwan Katsiroh
Kadang mas berfikir bahwa dirimu belum terlalu dewasa dalam menentukan sikap, terlalu ceroboh dalam berinteraksi dengan siapapun yang tanpa di sadari dapat memberikan peluang masuknya cinta lain. Kadang adek terlalu mudah terpengaruh dengan siapapun dan apapun yang menggiyurkan. Mas tidak pernah memberikan statemen larangan berinteraksi dengan siapapun. Yang mas khawatirkan adalah jangan sekali-kali memberikan peluang cinta kehati lain dan jangan pernah berubah saat jiwa mulai merapuh dan cinta telah menemukan tempat untuk berlabuh. Ingatlah, salah satu tanda keseriusan seseorang dalam cinta adalah tidak memberikan ruang sedikit pun bagi orang lain untuk masuk dalam cinta. Dan sekarang apa yang engkau lakukan adalah memberikan ruang bagi orang lain untuk masuk dalam gelombang cinta kita. Dan akhirnya engkau pun dilamar oleh sang ustadz pilihan pak kiai.
Mungkin kenangan manis kita akan segera terkubur secara rapi dalam debu-debu cinta, dan biarkan hembusan angin yang membawanya. Jujur, sampai sekarang mas belum bisa memahami pola pikirmu. Bukankah dulu adek pernah berkata; “Mas Zakki tidak usah mikir masalahku dengan mereka di pesantren. Masalahnya sudah selesai kok. Sekarang mas Zakki fokus saja dengan persiapan munaqosah skripsi. Bukankah masa depan akademik mas lebih penting dari segalanya”. Tapi kenapa disaat banyak manusia meraih kemenangan dalam berpuasa dan kegembiraan menyambut hari raya, hanya mas sendiri yang tidak dapat meraihnya?
Kenapa masalah yang sudah terkubur dalam-dalam kini muncul kembali? Kenapa dulu dek Zahrah bilang sudah tidak ada masalah, ternyata masih menyisahkan masalah? Kenapa cinta yang sudah terbangun dapat roboh hanya oleh satu keputusan sepihak yang dapat mendzalimi siapapun? Kenapa dek Zahrah memberi peluang kepada orang lain kalau adek cinta sama mas? Mengapa dek Zahrah tidak berani mengatakan yang sejujurnya kepada ortu kalau adek sudah ada yang punya? Apa bedanya ngomong sekarang dengan nanti setelah adek lulus study? bukankah pertunangan adek dengan sang ustadz atau siapapun masih dalam sebuah wacana, belum dalam kenyataan? Bukankah dek Zahrah masih punya hak priogatif dalam memutuskan perkara. Hak untuk menolak siapapun yang ingin merobohkan cinta kita? Bukankah yang seharusnya adek lakukan hanyalah memberikan ketegasan dalam sebuah ucapan; “Ngapunten pak, buk, yai, bu nyai, ustadz, cak dan mas, saya sudah punya calon”. Beres kan masalahnya. Andai dengan sedikit keberanian dan ketegasan saja dalam mengutarakan ucapan diatas kepada siapapun, termasuk kepada pak kiai, Insya Allah masalah tidak seruwet ini. Tapi sudah lah ini memang garis takdir mas.
Dek Zahrah,.....
Kadang mas berfikir, bahwa semuanya ini tidak adil bagi diriku. Dunia tidak adil dalam membagi kesenangan-kesenangannya. Orang yang punya kekuasaan penuh tidak lagi bisa memahami perasaan orang lain. Dek Zahrah yang mas harapkan dapat memberikan kekuatan cinta, eh ternyata masih belum bisa diandalkan. Ya itulah hebatnya cinta dan anehnya cinta. Kadang cinta membuat penderitanya tidak ingin sembuh dan berharap tidak ada obatnya dan kadang ingin segera sembuh dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan penawarnya. Dan sekarang mas ingin segera sembuh dari penyakit ini.
Dek Zahrah,......Afwan Katsiroh
Kadang mas berfikir bahwa dirimu belum terlalu dewasa dalam menentukan sikap, terlalu ceroboh dalam berinteraksi dengan siapapun yang tanpa di sadari dapat memberikan peluang masuknya cinta lain. Kadang adek terlalu mudah terpengaruh dengan siapapun dan apapun yang menggiyurkan. Mas tidak pernah memberikan statemen larangan berinteraksi dengan siapapun. Yang mas khawatirkan adalah jangan sekali-kali memberikan peluang cinta kehati lain dan jangan pernah berubah saat jiwa mulai merapuh dan cinta telah menemukan tempat untuk berlabuh. Ingatlah, salah satu tanda keseriusan seseorang dalam cinta adalah tidak memberikan ruang sedikit pun bagi orang lain untuk masuk dalam cinta. Dan sekarang apa yang engkau lakukan adalah memberikan ruang bagi orang lain untuk masuk dalam gelombang cinta kita. Dan akhirnya engkau pun dilamar oleh sang ustadz pilihan pak kiai.
Adekku, Zahrah.....
Kini permasalahannya sudah sangat jelas. Sebentar lagi dirimu akan menikah dengan sang ustadz pilihan pak kiai. Sekarang tidak ada sedikit pun ruang yang tersisa bagi mas untuk menaruh hati ini. Tidak ada secercah cahaya yang menerangi hidup ini. Dan tidak ada kesempatan untuk berbuat sesuai dengan keinginan hati. Mas tidak marah kepadamu, ortumu, dan kepada sang ustadz, apalagi kepada pak kiai. Oleh karenanya, mas sadari dan maklumi bahwa engkau hanyalah seorang anak yang ingin sepenuh hidupnya berbakti kepada orang tua dan engkau hanyalah seorang santriwati yang berpegang teguh pada prinsip “Sami’na Wa Atho’na” (manut opo jare dawuhe bapak lan pak kiai).
Saat ini yang harus kita lakukan adalah mendekat diri pada Dzat yang Maha Cinta dan muhasabah agar tidak saling menyalahkan satu sama lain. Walaupun dengan berat hati dan kecewa yang mendalam, mas ridho dan rela atas semua takdir cinta ini. Bukankah sikap dan karakter pecinta sejati adalah rela ketika kekasihnya dijodohkan dengan orang yang lebih baik darinya. Dan ingatlah perkataan Azzam dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” bahwa cinta sejati itu tidak mendzalimi, cinta sejati selalu dibalut dengan Ridho dan Rahmat Allah. Bukankah cinta dek Zahrah selama ini terletak pada Ridho orang tua dan pak kiai yang akan mendatangkan Rahmat Allah?
Dek Zahrah,.......
Dua tahun hubungan kita cukup membuat mas lebih ikhtiyat dalam urusan cinta. Terasa baru kemarin dek Zahrah datang dalam kehidupan mas, dan kini secepat pergangtian hari adek akan meninggalkan mas. Sejumlah debu bertaburan dan seluas pasir pantai, mas persembahkan permohonan maaf untuk kekasih yang tak pernah ku miliki. Kadang mulut salah ucap, kadang mata salah lihat, kadang kuping salah dengar, kadang hati salah duga dan sikap mas yang kadang menyakitkan. Maafkan diriku yang tak berdaya ini. Maafkan ibu mas yang terlalu berharap dalam doanya untuk menjadikan dirimu sebagai bagian dalam keluarganya, maafkan adek-adek mas yang selalu merepotkan dan maafkan paman mas yang terlalu ambisi untuk menyatukan kita dalam ikatan cinta suci. Terakhir maafkan segala bentuk kedzalimanku selama ini. Maafkan jika kebahagiian yang mas minta adalah teman sepanjang hidup. Terima kasih, adek sempat hinggap dalam hatiku walau sesaat, tapi sangat berarti. Seharusnya mas sadar dan mengerti bahwa keberadaan mas bukanlah di sisimu. Mungkin hati ini tidak kuasa untuk mengungkapkan semua bentuk kesalahan yang terlalu banyak. Hanya do’a yang mengiringi kepergiaanmu di sampingku, semoga pernikahanmu kelak barokah, sakinah, mawaddah wa rohmah. Amin
Saat kau pergi, berlinanglah air mataku
Betapa singkat kurasakan kebahagiaan itu
Kini lenyaplah sudah
Tak pernah ku inginkan perpisahan ini terjadi diantara kita
Aku hanya bisa merelakan jika memang kau pikir inilah yang terbaik
Tak perlu kau beri alasan
Mengapa engakau ingin pergi meninggalkan diriku
Karena aku yakin, mungkin semua ini bisa membuatmu bahagia
Sepenuhnya aku menyadari bahwa cinta itu tak harus memiliki
Namun aku akan selalu mencintaimu setulus hati
(Vagetos; Saat Kau Pergi)
Kini permasalahannya sudah sangat jelas. Sebentar lagi dirimu akan menikah dengan sang ustadz pilihan pak kiai. Sekarang tidak ada sedikit pun ruang yang tersisa bagi mas untuk menaruh hati ini. Tidak ada secercah cahaya yang menerangi hidup ini. Dan tidak ada kesempatan untuk berbuat sesuai dengan keinginan hati. Mas tidak marah kepadamu, ortumu, dan kepada sang ustadz, apalagi kepada pak kiai. Oleh karenanya, mas sadari dan maklumi bahwa engkau hanyalah seorang anak yang ingin sepenuh hidupnya berbakti kepada orang tua dan engkau hanyalah seorang santriwati yang berpegang teguh pada prinsip “Sami’na Wa Atho’na” (manut opo jare dawuhe bapak lan pak kiai).
Saat ini yang harus kita lakukan adalah mendekat diri pada Dzat yang Maha Cinta dan muhasabah agar tidak saling menyalahkan satu sama lain. Walaupun dengan berat hati dan kecewa yang mendalam, mas ridho dan rela atas semua takdir cinta ini. Bukankah sikap dan karakter pecinta sejati adalah rela ketika kekasihnya dijodohkan dengan orang yang lebih baik darinya. Dan ingatlah perkataan Azzam dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” bahwa cinta sejati itu tidak mendzalimi, cinta sejati selalu dibalut dengan Ridho dan Rahmat Allah. Bukankah cinta dek Zahrah selama ini terletak pada Ridho orang tua dan pak kiai yang akan mendatangkan Rahmat Allah?
Dek Zahrah,.......
Dua tahun hubungan kita cukup membuat mas lebih ikhtiyat dalam urusan cinta. Terasa baru kemarin dek Zahrah datang dalam kehidupan mas, dan kini secepat pergangtian hari adek akan meninggalkan mas. Sejumlah debu bertaburan dan seluas pasir pantai, mas persembahkan permohonan maaf untuk kekasih yang tak pernah ku miliki. Kadang mulut salah ucap, kadang mata salah lihat, kadang kuping salah dengar, kadang hati salah duga dan sikap mas yang kadang menyakitkan. Maafkan diriku yang tak berdaya ini. Maafkan ibu mas yang terlalu berharap dalam doanya untuk menjadikan dirimu sebagai bagian dalam keluarganya, maafkan adek-adek mas yang selalu merepotkan dan maafkan paman mas yang terlalu ambisi untuk menyatukan kita dalam ikatan cinta suci. Terakhir maafkan segala bentuk kedzalimanku selama ini. Maafkan jika kebahagiian yang mas minta adalah teman sepanjang hidup. Terima kasih, adek sempat hinggap dalam hatiku walau sesaat, tapi sangat berarti. Seharusnya mas sadar dan mengerti bahwa keberadaan mas bukanlah di sisimu. Mungkin hati ini tidak kuasa untuk mengungkapkan semua bentuk kesalahan yang terlalu banyak. Hanya do’a yang mengiringi kepergiaanmu di sampingku, semoga pernikahanmu kelak barokah, sakinah, mawaddah wa rohmah. Amin
Saat kau pergi, berlinanglah air mataku
Betapa singkat kurasakan kebahagiaan itu
Kini lenyaplah sudah
Tak pernah ku inginkan perpisahan ini terjadi diantara kita
Aku hanya bisa merelakan jika memang kau pikir inilah yang terbaik
Tak perlu kau beri alasan
Mengapa engakau ingin pergi meninggalkan diriku
Karena aku yakin, mungkin semua ini bisa membuatmu bahagia
Sepenuhnya aku menyadari bahwa cinta itu tak harus memiliki
Namun aku akan selalu mencintaimu setulus hati
(Vagetos; Saat Kau Pergi)
Jambangan; Jumat, 12 Desember 2014-12/Pukul ; 02:10 WIB Dini Hari
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !